Padahal rasanya baru kemarin kau mengatakan perasaanmu. Rasanya baru tadi pagi kau masih tersenyum kepadaku. Menyapa saat aku pertama kali membuka mataku setelah bangun dari mimpiku dengan pesan singkatmu yang seketika semangatku menjadi terpompa kembali. Ya,sejak ada kamu, aku terbiasa untuk menjadi begini. Mendapat pesan darimu rasanya menjadi senang sekali. Bahkan saat mendapat namamu tertera di layar handphoneku ketika kau menghubungiku.
Kini semua bungkam. Kau yang kini tak kudapati dimana. Dan aku jua tak tau keadaanmu sekarang. Rasanya aku merindukanmu. Hanya foto yang dapat menyegarkan kembali suntuk hidupku yang sedang berusaha mencari jawaban atas kejadian yang tak ku mengerti ini. Semuanya menjadi seperti awal saat sendiri. Tanpa aku mengira akan menjadi begini akhirnya. Dulu, aku telah memimpikan tuk membangun rumah yang berpondasi cinta dan beratapkan kesetiaan. Dan hanya kita yang berada disitu. Disertai rasa saling percaya yang membuatnya semakin kokoh. Dulu rasanya jalan kita tak berkelok-kelok. Kau juga sudah bilang bahwa takkan ada wanita lain. Dan begitu sebaliknya aku.
Kau bilang aku yang mengkhianatimu. Kembali aku mengulang memoriku. Setahuku aku tak pernah mengenal lelaki lain selainmu. Kecuali temanku maupun sahabatku. Aku bukan seorang yang hidup di zaman kartini yang tak mendapatkan hak kebebasan. Aku juga butuh sahabat lelaki untuk berbagi cerita selainmu. Mungkin bagimu itu menyebalkan. Tapi bahkan kau masih pernah pergi dengan mantanmu. Mantanmu! Bahkan aku sudah tidak pernah bertemu lagi dengan mantanku. Aku sudah pernah bilang bahwa aku akan menjalani ini dengan komitmen. Jadi rasanya aku tak pantas untuk mendua darimu. Kau yang bahkan lebih baik daripada dia. Tak mungkin kusia-siakan engkau. Kau yang pertama kali kulihat dengan gaya yang keren memikat hatiku. Dan ternyata pesonaku juga memikatmu.
Tapi itu dulu,
Rasanya tak kurelakan waktu berlalu. Sia-sia rasanya aku berdiri disini menunggumu. Yang tak jua kembali. Disini, di hatiku, aku harap kau akan kembali. Tapi yang kudapati, kau telah menemukan wanita yang sepertinya jauh lebih baik. Dan kau mempermainkan kembali hatiku dengan cara kau ingin balikan denganku dan mengatakan bahwa wanita itu hanya temanmu. Dan yang kudapati lagi adalah, aku hanyalah sebagai pelarian saja selama ini. Dia yang seharusnya bersamamu. Tapi mengapa selama ini rasanya hari lalu terasa begitu indah. Dan kau tampak tulus denganku. Mengatakan cinta setiap harinya. Mengucapkan selamat malam saat aku mulai terpejam bahkan pernah memainkan sebuah lagu dengan gitarmu di depan banyak orang demi aku.
Apa maksudmu?
Mengapa kenyataan membalikkan segala fakta yang lebih menyakitkan? Mengapa fakta tak sesuai kenyataan? Mengapa selama ini kau tampak tulus dalam membina hubungan ini? Dan kau telah berhasil membuatku bertekuk lutut menghamba pada cintamu. Merintih pada lukaku yang telah kau buat untukku. Sakit rasanya. Tapi melihatmu tersenyum meski dengannya, aku merasa bahagia meski hatiku sedang merintik air mata pilu. Terima kasih telah memberi sedikit waktu untuk kembali merasakan cinta ketika hatiku yang sedang kalut karna dia. Pernah menjadi kekasih terbaik untukku. Meski tanpa kutahu aku hanya pelarianmu semata. Rasanya tak mungkin tapi kau yang telah mengatakannya padaku. Cuma aku yang menangis. Cuma aku yang terdiam. Tak tau apa yang harus kulakukan. Kini meski hatiku masih terluka, aku harap semuanya akan menjadi seperti semula seperti saat dirimu belum datang dalam hidupku. Terutama hatiku.
Untuk kamu yang pernah ada dihatiku bahkan hingga kini.
Kau yang sudah tersenyum bersama cinta yang sebenarnya.
Dan disini aku hanya bisa tersenyum untukmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar