"Hei, kamu kenapa? Nggak apa kan?",tanyanya saat memandangku jatuh tersungkur di lantai. Aku hanya kepleset mungkin gara-gara Kerin yang mulai mengerjaiku lagi. Maklum, di kelas aku termasuk orang yang polos. Yah bukan begitu polosnya. Aku termasuk orang yang rata-rata alias semua nilai ya rata-rata sajalah. Namaku Fristiana Annaviz, nama yang cukup terlihat berkelas. Padahal aku kan asli Indonesia. Ayahku cuma seorang karyawan perusahaan ya bisa dibilang cukup besar dan Ibuku cuma seorang pengusaha catering cukup terkenal di kalangan warga Surabaya.
"Hai.. I'm fine", jawabku sambil tersenyum kepadanya. Dan dia membalas senyumku dengan mengulurkan tangannya guna membantuku bangkit. Ya aku menerima uluran itu dengan tersenyum lagi. Dan sumpah ya senyumnya itu bener-bener indah. Seperti rasanya pagi ini masih malam sehingga ia menjadi penerang gelapku. Lalu dia menggiringku ke UKS dan disana ia membalurkan perban dan hansaplast di tanganku yang agak perih ini. Rasanya lukaku seperti sembuh seketika itu. Dan hatiku bergetar yang tak pernah kurasakan cukup lama ini. Aku takut, aku takut kembali menguak masa lalu. Yang intinya dulu pernah ada seorang yang ada di hati yang menemani aku. Yah intinya aku dulu pernah ada yang menemani.
"Kamu kenapa kok keliatan getar gitu?",tanyanya padaku di UKS. Mungkin tubuhku ikutan bergetar gara-gara aku yang jadi ketakutan, jatuh cinta. Dan aku pun cuma bisa tersenyum. Bingung magi u jawab apa. Hal yang aku membuatku ingin pergi jauh dari sini,sekarang.
"Hei.. Ngga apa kok, cuman inget masa lalu aja. Yaudah ah lupain. Oh iya kenalin namaku Fristiani Annaviz. Yah bisa dipanggil navi atau yang lain boleh deh",kataku sambil menggelakkan tawaku yang mengundang tawanya. Wah cukup menarik, seorang yang baru kukenal dengan senyuman beserta gelak tawa yang sangat manis.
"Jangan galau ah, emang jaman apa galau begini? Hmm.. Oh iya namaku Fareztian Zura. Hampir sama ya nama kita. Oh iya aku anak baru",jawabnya sambil tetap tersenyum menatapku. Hal yang paling manis. Sungguh manis..
"Pindahan darimana? Kamu aku panggil mars ya",jawabku dengan tertawa girang menatapnya yang menganga melihat kelakuan konyolku ini.
"Kamu venus kalau gitu",jawabnya singkat sambil menjulurkan lidah lalu tertawa gelak lagi menatapku. Dasar aneh ini...
Sepulang sekolah, dia mengajakku ke kedai ice cream. Kedai yang baru saja buka sebulan yang lalu. Aku ingin sekali kesini sudah lama. Tapi kenapa pas banget dia yang ngajak. Wah, mungkin dia punya kemampuan membaca pikiran orang, Dan akhir-akhir ngga tau ya kenapa jadi doyan banget sama ice cream. Dia memesankan aku chocho chips banana float dan strawberry vanilla pancake. Dan dia memesan vanilla blue rayshake. Aneh banget namanya, tapi keliatannya enak banget. Pas pesenannya udah sampai di depan mata, aku jadi ngiler. Dan dia cuma menggelak tawa menyodorkan vanilla bluenya. Dan aku langsung nyerobot sendokkin shake-nya. Wuih enak banget pikirku dan dia cuma bisa menggeleng-geleng menatapku aneh.
"Venus, sumpah ya bilang kek daritadi kalau doyan vanilla bluenya. Tau gitu kan ga usah pesen chocho chipsnya",katanya sambil menjitak kepalaku kesal. Iya mungkin dia kesal gara-gara vanilla bluenya. Haha dan aku cuma meringis geli melihat vanilla bluenya tinggal setengah dalam mangkuk.
"Sori Mars, tapi ini amazing banget rasanya. Abisnya kamu juga kasihin ke aku",jawabku singkat sambil menyodorkan kembali vanilla bluenya yang tinggal setengah mangkuk ini.
"Sini chocho chips nya aku yang makan"jawabnya sambil merebut dengan cepat chocho chipsku yang tersingkirkan dari vanilla blue yang sedari tadi kumakan. Aku pun sontak merebut kembali mangkukku. Dan aku menjulurkan lidah tanda tak rela chocho chipsku kubagi dengannya. Yang kini mangkuknya sudah setengah mencair. Mungkin dia marah ngga aku makan dan diduakan dengan vanilla bluenya mars. Haha tawaku dalam hati.
"Yee enggak mau. Ini kan punyaku",jawabku tak henti menjulurkan lidah. Itu hal konyol yang akan kuingat beberapa tahun lagi mungkin. Dan dia pun cuma merengut lesu.
"Yaudah, aku mau ke toilet dulu yah",pamitnya menuju lorong di ujung sana. Sambil melangkah gontai meninggalkan aku sendirian. Dan hampir semua orang menganga. Mungkin bingung kenapa gadis sekecil aku bisa menghabiskan dua mangkuk ice cream besar mungkin ya. Aku pun menghela kesal kenapa Mars ga balik-balik. Aku pun mengembangkan senyumku sesaat melihatnya kembali lagi ke meja kami. Dan dia juga membalas senyumku,lebih manis.
"Lama banget sih? Kenapa mukamu pucet gitu? Sakit?",tanyaku sesaat ia sudah duduk kembali di kursinya. Aku jadi khawatir kenapa tiba-tiba mukanya pucat gitu. Dan dia cuma membalas senyumku.
Sudah seminggu ini aku sering sekali pergi bersamanya. Entah hanya untuk ke kedai ice cream atau hanya iseng-iseng ngobrol di taman. Yang jelas aku bahagia sekali karena ada kiriman terindah dari Tuhan setelah sudah setahun hati ini vakum sama yang namanya cinta. Hari ini aku menemani ia main futsal bersama teman-temannya. Dia terlihat bahagia sekali saat melihatku datang. Dan tiba-tiba saat aku melihatnya bermain,aku jadi teringat seseorang. Orang yang pernah ada lalu menghilang entah sekarang dimana dan sedang apa. Orang yang tiba-tiba menelponku untuk memutuskan suatu komitmen yang telah kita bangun sejak 2tahun yang lalu. Orang yang hingga kini masih membayang-bayangi pikirku. Meski aku sering mengelak tapi memang kuakui dia disini, dihatiku masih ada. Dan kini di depanku ada seorang yang baru kusadari sangat mirip dengannya. Bahkan senyumnya pun hampir sama dengannya. Sangat mirip, apa mungkin dia yang ada disini sekarang? Oh tidak mungkin!
"Hei kenapa ngelamun sih? Yang lain pada teriak-teriak kok kamu diem sih?",tanyanya mengagetkanku. Dan aku cuma menggeleng lemah memikirkan kembali apa yang baru saja kupikirkan. Oh,benarkah dia?
"Hei, bikin kaget aja. Nggak ngelamun kok",jawabku santai sambil menatap wajahnya lekat-lekat siapa tau ada beberapa lekuk wajahnya yang mudah dikenali. Dan berhasil, dia memiliki hidung mancung yang sama. Memiliki mata seperti bulan sabit layaknya artis-artis korea masa kini. Tapi mengapa namanya berbeda. Benarkah dia? Mengapa Tuhan mengirim seorang yang pernah ada di masa laluku? Rasanya aku ingin pingsan sekarang. Benar-benar memuakkan.
Aku jadi lebih murung dari biasanya. Matematika yang biasanya dapat membangkitkan semangatku tiba-tiba jadi sesuatu yang menyebalkan bagiku. Makanku pun jadi lebih berkurang, sedikit tak nafsu makan. Dan di waktu ini pun tiba-tiba dia menghilang. Entah kemana aku tak tau. Akankah dia akan menjadi seperti masa lalu yang menghilang tiba-tiba seperti ini? Sudah seminggu rasanya aku tak menemukan batang hidungnya maksudnya sosoknya yang selalu menungguiku di gerbang sekolah saat bel telah berbunyi tiga kali menandakan telah usai jam-jam yang membosankan di sekolah. Dia memang setahun lebih tua dibandingkanku. Aku yang kini masih duduk di bangku SMA kelas akhir. Dia mengaku anak fakultas arsitektur entah dimana. Dia tak mau mengaku jika kutanyai tentang itu.
"Hei Viz, ikut gue yuk ke rumah sakit",kata riesty saat aku sedang mengerjakan tugas kimia di bangku pojokan jendela, bangku kesukaanku. Dan aku cuma menggeleng lemah.
"Ngapain? Tugasnya bejibun nih Ries",jawabku melemah tak karuan sambil menatap naar tugas kimia tentang redoks yang bejibun ditambah juga tugas biologi tentang penelitian kodok. Tuhan maha besar bener ngasih tugas sebegini banyaknya. Dan Riesty cuma menghela nafas kesal.
"Jenguk nenek Viz, sekali-kali kek nemenin gue, ayolah Viz",tawarnya sambil menampakkan deretan giginya yang putih. Susah juga kalau udah kayak gini, entar kalau marah bisa-bisa gue ditabok sama Kerin lagi. Itu tuh cowok ngeselin bak sok pahlawan pas Riesty jatuh dari tangga. Hihi, lucu banget tau waktu Riesty tiba-tiba kepleset kulit kacang. Padahal kulit kacang lho kok bisa separah itu ya? Jahat banget ah kalau sahabat sendiri di ketawain. Tapi sumpah bikin perut mules-mules sendiri.
"Yaudah ayok kalo gitu. Entar aku malah jadi males",jawabku sambil merapikan buku-buku ke dalam tas. Dan langsung otw alias 'ontheway' ke rumah sakit di daerah Bungurasih. Rumah sakit yang bisa dibilang mewah dan besar. Disertai para pahlawan-pahlawan keren yang pake jas putih alias dokter dan para suster-suster. Susternya jalan kok ngga ngesot kayak di film-film horror itu. Hehe,jadi lebay!
"Eh aku sholat dulu yah. Lupa Ries",kataku sesaat melihat ada mushola kecil di lorong jalan rumah sakit ini. Dan dia pun mengiyakan.
"Nenek gue kamarnya disana ya",jawabnya sambil menunjukkan sebuah kamar di ujung taman sana yang dipenuhi oleh orang-orang yang sangat kukenal. Yang tentunya itu keluarga besar Gani alias keluarganya Riesty.
Selesainya aku menunaikan kewajibanku, aku tidak sengaja melihat ada seorang lelaki yang sudah hampir 2 minggu ini tak kulihat.Tak kuketahui keberadaannya. Dan dia terdiam lesu bersama seorang wanita paruh baya dan sedang menyendokkan sesuap demi sesuap bubur di mangkuk itu. Dan terkadang ia terlihat menolak apapun yang masuk kedalam mulutnya. Aku pun memberanikan diri untuk mendekat, siapa tau penglihatanku agak kabur setelah wudu tadi. Dan sontak aku kaget ternyata memang dia yang aku cari-cari 2minggu ini.
"Naviz ya?", tanya wanita itu saat aku mencoba mendekat. Dan aku pun tersenyum mengiyakan.
"Ini Tian, dia kembarannya Keenan. Keenan sudah tiada 6 bulan yang lalu karena kecelakaan. Sekarang Tian yang kena kanker dan 'alzheimer'. Dia pernah bilang sama Keenan dulu kalau juga suka sama kamu Naviz. Cuma dia takut, 2 minggu kemarin dia keliatan seneng banget dan cerita ke Tante kalau ketemu kamu. Dan dia menyuruh Tante untuk terus mengingatkan cerita-cerita seminggu ini bersama kamu supaya dia terus inget kamu. Tapi nyatanya dia malah semakin lupa. Juga karena kankernya yang terus menyebar. Padahal setahun lalu dia dinyatakan telah bebas dari diagnosa kanker ini. Tapi mengapa kanker ini tumbuh kembali ya? Mungkin Tuhan lebih sayang pada mereka berdua termasuk Keenan",jelasnya panjang lebar saat aku menuntut wanita berkerudung biru saat setelah duduk bersamaku di taman. Dan aku cuma bisa terdiam, nggak tau apa yang harus aku bicarakan. Semuanya terlihat gelap walau saat ini matahari masih teriknya bersinar. Lama sekali aku terdiam sampai akhirnya ada dokter dan suster yang berlarian. Mungkin ada yang gawat pikirku.
"Ibu Nona, anak ibu gawat",teriak seorang suster dari seberang sana tepat di depan kamar nomor 23. Sontak Tante dan aku pun ikut berlari ketakutan. Saat tepat sudah ada di ambang pintu kamar, seorang dokter pun keluar dengan wajah yang menakutkan. Seperti mau mengabarkan sesuatu yang buruk dan feelingku berkata seperti itu. Oh, jangan sekarang. Hari ini aku cukup lelah.
"Tian sudah tiada. Saya sudah berusaha, dan ternyata benar kankernya telah menyebar hingga otaknya. Apalagi otaknya terkena penyempitan. Ini sudah kehendak Tuhan Bu, saya minta maaf",kata Dokter itu sambil menepuk pundak Tante saat melihatnya yang semakin menangis dan menjerit mengelukan nama Tian. Dan aku pun terhuyung menatap tubuhnya yang kaku dari kejauhan. Sambil menahan tangis yang tertahan di pelupuk mataku. Namun tetap saja air mata ini tak mungkin tertahan, hatiku cukup sakit untuk melihatnya. Tante memberikan sesuatu padaku saat menggiring tubuh Tian ke ambulance untuk dibawa ke rumah. Itu berbentuk sebuah surat. Dan aku memasukkannya ke tas dulu lalu menyusul Tante di mobil ambulance. Disana aku melihat wajah Marsku lekat-lekat, yang menyimpan banyak kerinduan. Di tubuhnya yang kaku ini aku terhuyung lemas di pelukannya. Pelukan pertama dan terakhirku. Sorenya langsung dikubur di seputaran komplek rumahnya. Dan kulihat disana ada dua nisan yang namanya akan selalu kuingat, yakni Fareztian Zura dan Raztan Keenan. Yang akan selalu ada dalam kotak memoriku. Aku pun cuma bisa terdiam tak banyak bicara.
Sesampainya aku dirumah, aku cuma bisa tetap terdiam. Dan mengingat kembali masa-masa indah bersama dua orang yang sama dan orang terindah yang dikirimkan Tuhan. Aku merogoh saku tasku guna mengambil handphoneku yang sedari tadi bergetar.
"Hei lo dimana? Pamitnya sholat kenapa udah ngga ada sih? Ditelpon juga nggak diangkat. Bikin bingung aja kirain diculik",semprot Riesty panjang lebar saat aku menekan hapeku yang sedari tadi berbunyi. Aku cuma bisa tersenyum simpul mendengarkan ocehannya yang bikin kuping panas banget.
"Aku pulang duluan,sori ga kabarin. Udah dulu ya"jawabku singkat mengakhiri telponku karena memang saat ini aku butuh sendiri. Aku pun kembali merogoh tasku dan menemukan sebuah surat yang baru kuingat diberikan oleh Tante saat dirumah sakit tadi, apa ya isinya? pikirku.
Dear Naviz,
Hello Venus. Aku Mars.. Aku kembarannya Keenan alias Paus. Aku suka banget sama kamu bahkan sejak kamu masih sama Paus lho. Surat ini aku tulis mumpung otakku masih keinget kamu. Gimana nggak? Hari ini tuh aku bahagia banget bisa ketemu sama kamu. Lucu-lucuan sama kamu di kedai ice cream hari ini. Aku cuma bisa bilang kalau aku sayang banget sama kamu. Meskipun mungkin besok aku bakalan lupa sama hari ini. Tapi makasih ya untuk hari ini. Nanti kalau aku udah ngga ada disini, inget terus aku ya yang imut mempesona cetar membahana ini. Oh iya, ini hasil foto yang kuambil diam-diam dalam berbagai acara. Mungkin kamu nggak tau. But inilah yang selalu bikin aku senyum inget kamu. Hahaha, cheers!
I'm your Mars,
Always be loved you...
Fareztian Zura..
Di surat ini banyak banget fotoku yang entah lagi senyum,cemberut,semangat,lesu yang kadang ada di Mall, di sekolah maupun yang lainnya. Sumpah ini lucu banget. Dasar papparazi..
But, big thanks buatmu. Kamu yang kembali mengembangkan senyumku beberapa minggu ini. Aku juga sayang sama kamu. Semoga disana, kamu bahagia sama Pausku.
-Love you Paus dan Mars-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar