Tuhan, apa tujuanmu kembali menyeretku pada kenangan masa lalu yang begitu menyakitkan itu? Mengapa? Tidak pantaskah aku untuk bernapas lega tidak merasakan kesakitan untuk kesekian kalinya? Tidak pantaskah aku untuk tidak merasakan cinta selama aku ingin memfokuskan diri pada cita dan impiku? Tidak begitukah adil untukku sedang yang lain tak bernasib sepertiku Tuhan? Aku sudah cukup bahagia selama ini sudah sedikit tak memikirkannya. Namun, mengapa Engkau kembali mengingatkan aku padanya? Mengapa semakin sesak rasanya untukku bernapas kini? Mengapa semakin perih rasanya merindukanmu kini? Mengapa semakin pedih semua peluhku kini? Mengapa?
Apa maksudmu Tuhan? Tidak cukupkah aku di uji coba rasa sakit luar biasa ini? Tidak lelahkah aku kau beri perih selagi perih yang kumiliki belum kering sepenuhnya? Tidak cukupkah tangisku dulu untuk menebus kesalahan yang pernah kulakukan? Mengapa harus aku sedang yang lain terlihat cukup bahagia dengan orang yang ia cintai masing-masing? Mengapa harus dia yang sudah jauh, sudah takkan kembali lagi untuk menolehkan pandangannya kepadaku? Mengapa?
Tidakkah Engkau tidak akan memberikan kesulitan diatas kemampuan umat-Mu? Mengapa ujianmu kali ini begitu menyakitkan kalau pada akhirnya hati takkan menyatu. Bila pada akhirnya tangan tak pernah saling menggenggam. Untuk apa dikembalikan seperti ini Tuhan? Aku sudah berusaha untuk memulihkan hati yang terluka dengan keras. Kini puing-puing kehancuran itu tinggal sedikit untuk kubersihkan. Namun, jika menjadi seperti dulu, aku takkan lagi berpikir bagaimana caranya aku menyembuhkan hatiku sendiri. Mungkin aku pernah berpikir bahwa cuma kamu-lah yang memiliki obat dari sakit di hati yang tak kunjung sembuh. Namun, aku salah. Kamu hanya akan menambah luka semakin dalam dan lebih menyakitkan.
Mungkin bahkan aku bisa mati. Mati dalam luka yang kubuat sendiri. Bersama kebodohanku yang menuntunku kembali untuk mencintaimu. Tak ada perban yang sepenuhnya menyembuhkan luka ini. Ia hanya sedikit menutupnya agar tak semakin infeksi. Namun tak sepenuhnya menghilangkan bekasnya. Dan bekasnya itulah yang membuatku kembali merasakan sakit untuk kesekian kalinya. Dan kali ini aku kembali membuka luka itu. Dan mungkin akan semakin dalam hingga mungkin akan kehilangan banyak darah. Hingga pada akhirnya hati kan mati rasa karena kebodohanku sendiri.
Cukup...
Cukup rasanya menjadi seperti ini. Sakit rasanya tak dapat ku obati sendiri. Tangis sudah tak mampu lagi untuk ku bendung lagi. Aku kembali membodohi diri dengan mencintaimu. Iya, aku mencintaimu dalam diam. Merindukanmu dalam rapalan do'aku. Dan aku menangis dalam serentetan masa lalu yang begitu menyakitkan. Tak ada yang bisa kulakukan. Semua ini seperti takdir yang tak bisa untuk kuhindari dan kucegah. Jadi aku akan membuatnya untuk mengalir apa adanya seperti jalan Tuhan yang tak pernah aku tahu akan bermuara dan berakhir kapan dan pada siapa. Tapi aku yakin rencana Tuhan jelas lebih baik dari rencana buatanku.
Aku mencintaimu dalam diam,
Merindukanmu dalam rapalan do'aku,
Semua ini seperti takdir yang tak dapat kuhindari dan kucegah,
Jadi aku akan membuatnya mengalir apa adanya,
Karena rencana Tuhan jelas lebih baik dari rencana buatanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar