Tentu saja rasa cinta dan kagumku tak pernah berubah. Dan bahkan semakin bertambah seiring waktu yang terus bergulir tanpa terasa meski rasanya ada sedikit penghambat jurang menuju mimpiku. Serasa ada yang kurang semenjak hari tak sesempurna dulu. Semuanya terasa berubah sedemikian rupa. Aku semakin menyesal jika aku memutar kembali kotak memoriku. Kata maaf yang tak pernah terucap karena belum bisa membuat sebuah goresan kebahagiaan baginya. Aku semakin dan semakin bersalah padanya. Tapi aku tahu dia selalu mengawasiku dari jarak yang tak pernah kutahu seberapa jauhnya. Namun aku tahu dia mencintaiku dan akan selalu begitu.
Tahun terus saja berganti. Aku kembali teringat padamu. Teringat pada kenangan 5 tahun lalu yang membuatku kembali lemah dan menangis. Mungkin aku belum bisa menata ulang hatiku. Bukan hanya karena kepergiannya tanpa alasan. Namun karena banyak hal yang tak perlu untuk diungkap. Kepergiannya adalah pukulan terberat. Tentu gadis sekecil aku, tentunya masih membutuhkan seorang lelaki hebat yang akan selalu mendukungku. Dia bernama Ayah seperti yang pernah kutulis.
"Ingat kata pepatah bahwa sekuat-kuatnya wanita pasti dia akan tetap membutuhkan seorang pria sebagai tempat rengkuhan peluhnya"
Seperti bernostalgia. Aku tak bisa menuliskan lebih banyak goresan yang lebih banyak menyimpan luka. Iya, aku mungkin masih terluka. Dia meninggalkan tanpa berkata sebaitpun. Dan aku kecewa. Aku mencintainya, mungkin dulu aku tak menyadarinya. Dan bodohnya, aku baru menyadarinya sejak dia tak lagi ada di sisiku. Iya, dia yang selalu melengkapi hariku dengan canda tawanya. Senyumnya yang selalu kuingat, kembali mengingatkan bahwa aku pernah punya Ayah. Meskipun akhir cerita yang terlalu dramatis untuk diulang lagi.
Aku tahu bahwa akhir cerita kehidupan akan berakhir seperti ini. Karena muara hidup bukan berada disini. Hidup akan terus berlalu dan tak pernah berakhir, bagiku. Namun ketika aku teringat kembali. Memang benar bahwa muara hidup bukan berada disini. Meski, meski dia telah pergi terlebih dulu untuk berada di muara akhir hidupnya, aku tak pernah lupa akan sosoknya yang begitu ku kagumi. Iya, aku masih mencintainya. Sejak dulu dan sampai kapanpun. Meski, tak ada lagi senyuman kulihat dan canda tawa yang kudengar.
Jadi, tenanglah hidup disana menungguku, Yah. Cepat atau lambat aku akan pergi kesana untuk menemuimu. Menuntaskan seluruh klise hidup yang tak pernah kuinginkan berakhir menjadi begitu cepatnya. Jadi, tetaplah mencintaiku seperti aku mencintaimu. Temui aku meski dalam mimpi ketika aku merindukanmu. Engkau pasti tahu itu ketika aku diam-diam sesenggukan berkata ingin bertemu denganmu. Mungkin engkau tak ingin membuatku semakin sedih sehingga tak mau menemuiku. Meski sekelebat saja untuk menuntaskan rindu yang tak pernah bertemu dimana titik ujung berhentinya. Mungkin saja engkau tak merindukanku. Namun itu jelas tidak mungkin. Engkau mencintaiku dan tak pernah berubah meski dunia menjadi berbeda sekarang.
Aku tak pernah bisa menatapmu. Tapi engkau bisa menatapku. Tuhan terlalu tidak adil menjadikan ini semua begitu berat dan menyakitkan. Aku tak pernah bisa menyentuhmu. Tapi aku masih bisa menyentuhmu, lewat do'aku. Iya, lewat do'a yang terpanjat setiap kali bersujud di hadapan-Nya. Mungkin kali ini Tuhan adil karena rela menyampaikan do'aku padamu, Yah. Mungkin sampai disini kata yang bisa kugores. Tapi sesungguhnya ada beribu kata yang ingin kutulis. Namun hanya hatiku yang mampu menerjemahkannya.
Kepergianmu tanpa alasan,
Mencintaimu juga tanpa alasan,
Dunia memang telah berbeda, namun tidak dengan hatiku,
Waktu telah menjalankan perannya,
Ketika aku kembali merindukanmu,
Dan do'a yang selalu terpanjat ketika mimpi tidak mempertemukanku denganmu,
Untukmu Ayah, sang lelaki hebat milikku yang tak pernah lekang oleh waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar